Jumat, 16 Desember 2011

Kebudayaan nasional Indonesia

I.1. Pengertian Kebudayaan Nasional Indonesia
            Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta budhayah, bentuk jamak dari budhi yang berarti akal atau budi; sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal atau budi (Junidar Hasan, 1986). Kebudayaan adalah segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya atau gagasannya. Koentjaraningrat (Junidar Hasan, 1986) mengatakan bahwa kebudayaan dalam bahasa Inggris adalah Culture, yang berasal dari kata colere, dari bahasa Latin yang berarti mengolah atau mengerjakan; yang dimaksudkan adalah mengolah tanah atau bertani. Memang pengertian kebudayaan atau culture adalah segala daya, kemampuan dan kegiatan untuk mengolah, bahkan merubah, dan memanfaatkan alam (lingkungan).
            Parsudi Suparlan (1982) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk social, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan. Menurut Parsudi Suparlan, bahwa kebudayaan itu hanya mencakup pengetahuan atau satuan ide (gagasan) saja; sedangkan kelakuan dan hasil kelakuan saling berkaitan dan saling pengaruh mempengaruhi dalam kegiatan hidup manusia. Satuan ide adanya didalam kepala manusia dan tidak bias dilihat; sedangkan kelakuan dan hasil kelakuan sebagai satuan gejala berada pada tingkat kenyataan dan dapat dilihat pada ruang dan waktu tertentu.
            Banyak yang merumuskan tentang pengertian atau apa yang dimaksud dengan Kebudayaan Nasional Indonesia itu. Sultan Takdir Alisjahbana (Koentjaraningrat, 1985) berpendapat bahwa, Kebudayaan Nasional Indonesia adalah suatu kebudayaan yang dikreasikan dengan mengambil banyak unsur kebudayaan yang dianggap universal, yaitu kebudayaan barat. Unsur-unsur kebudayaan barat yang penting dikreasikan itu menurut Sultan Takdir Alisjahbana, terutama unsur-unsur teknologi, ekonomi, keterampilan berorganisasi, dan ilmu pengetahuan. Tempak rumusan ini sangat berorientasi pada aspek material, intelektual, dan individual; adalah sangat wajar bila banyak yang kurang setuju pada rumusan tersebut. Sanusi Pane (Koentjaraningrat, 1985) menyatakan bahwa Kebudayaan Nasional Indonesia adalah kebudayaan timur, oleh karena itu harus mementingkan unsur-unsurkerohanian, perasaan dan kegotongroyongan. Rumusan ini tampak controversial dengan rumusan dari Sultan Takdir Alisjahbanayang mementingkan material, intelektual, dan individual.
            Poerbatjaraka (Koentjaraningrat, 1985) mengatakan bahwa kebudayaan Indonesia harus dibangun dan berakar pada sejarah dan kebudayaan masa lampau Indonesia sendiri. Artinya, harus berakar pada kebudayaan suku-suku bangsa yang ada di Nusantara ini. Pendapat ini telah dianut pula oleh Ki Hajar Dewantara (Koentjaraningrat, 1985), yang berpendapat bahwa, Kebudayaan Nasional Indonesia adalah puncak-puncak dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Metaphor puncak disini berarti mutu, oleh karena itu, yang dimaksud unsur-unsur kebudayaan daerah itu adalah yang paling tinggi mutunya.

I.2. Bagaimana Suatu Kebudayaan Diperoleh
            Kebudayaan itu adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial; hal ini berarti bahwa pengetahuan itu tidak diperoleh manusia lewat warisan genetika yang ada dalam tubuhnya, tetapi diperoleh lewat kedudukan manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini berarti pula bahwa, kebudayaan diperoleh manusia melalui proses belajar dari lingkunganya; dan dengan proses belajar ini manusia bias memperoleh, menambah (mengembangkan) atau mungkin juga mengurangi berbagai macam pengetahuan atau pengalamanya. Karenanya kebudayaan ada juga yang menyebutkannya  sebagai learned behavior, yakni sejumlah perilaku yang harus diperoleh lewat proses belajar, atau sejumlah perilaku yang harus dipelajari. Berkaitan dengan hal tadi, ada tiga macam bagaimana kebudayaan itu dipelajari manusia serta diterima sebagai miliknya.
1.      Kebudayaan diperoleh manusia lewat pengalaman hidup dalam menghadapi lingkunganya; rangsangan lingkungan disini terutama dari aspek-aspek fisikal, baik yang non hayati maupum yang hayati diluar manusia.
2.      Kebudayaan diperoleh manusia lewat pengalaman hidupnya sebagai makhluk sosial; sumber stimulus disini terutama berasal dari unsur-unsur lingkungan sosial sebagai konsekuansi dari berbagai bentuk hubungan sosial (imteraksi, interdependensi, adaptasi, imitasi, sosialisasi, identifikasi dan sebagainya).
3.      Kebudayaan diperoleh manusia lewat komunikasi simbolik (benda, manusia, tindakan, ucapan, gerak tubuh, peristiwa yang memiliki makna); khusu bagi yang belajar, makna-makna tersebut didefinisikan oleh kebudayaan. Dalam proses penerimaan pengetahuan lewat komunikasi simbolik ini, petunjuk-petunjuk atau petuah-petuah lebih ditekankan daripada pengalaman dari sisi penerima pesan itu sendiri.
Pada dasarnya kebudayaan itu dimiliki oleh individu masyarakat atau warga dari suatu kesatuan sosial; namun, karena pada hakekatnya individu itu sendiri sebagai makhluk sosial, hidup bersama dengan sesamanya, maka pada prinsipnyakebudayaan pun menjadi milik individu-individu dari warga masyarakat yang bersangkutan. Hal ini bias dipahami karena, mereka harus berkomunikasi dengan menggunakan symbol-simbol yang maknanya harus dimengerti oleh semua warga; sedangkan yang memberikan arti pada symbol-simbol itu adalah kebudayaan. Karenanya, mereka bias dikatakan mempunyai kebudayaan yang sama atau bahwa sebuah masyarakat itu mesti mempunyai sebuah kebudayaan pula.

I.3. Fungsi Kebudayaan Nasional Indonesia
            Analisis dari suatu kebudayaan dari suatu masyarakat atau suatu bangsa, bisa didasarkan pada fungsi kebudayaan tersebut dalam kehidupan masyarakat atau bangsanya. Koentjaraningrat (1985) mengidentifikasi dua fungsi utama dari kebudayaan nasional Indonesia, yaitu :
1.      Sebagai system gagasan dan pralambang yang memberikan identitas kepada warga masyarakat atau warga Indonesia.
2.      Sebagai system gagasan dan pralambang yang dapat digunakan oleh semua warga masyarakat atau bangsa Indonesia yang majemuk atau Bhineka itu, sehingga dapat saling berkomunikasi untuk memperkuat solidaritas.
Unsur-unsur kebudayaan yang berfungsi pemberi identitas, harus memenuhi paling sedikit tiga persyaratan, yaitu :
1.      Karya warga masyarakat Indonesia, atau orang-orang dizaman lampau yang berasal dari seluruh wilayah Nusantara.
2.      Tema pikiran dan wujud unsur-unsur kebudayaan itu harus bercirikan khas nuansa Indonesia.
3.      Ketinggian nilai unsur-unsur kebudayaan itu harus diakui, dibanggakan, dan diidentifikasi oleh sebanyak mungkin warga masyarakat Indonesia.

Unsur-unsur kebudayaan yang berfungsi sebagi media komunikasi untuk memperkuat solidaritas antar warga masyarakat Indonesia yang bisa dipahami oleh sebagian besar warga yang memiliki perbedaan-perbedaan ras, suku bangsa, agama, dan cirri-ciri kedaerahan lainnya; dengan demikian unsur-unsur tersebut harus menjadi gagasan kolektif. Gagasan kolektif ini akhinya akan menjadi wahan komunikasi yang dapat menumbahkan saling pengertian dan solidaritas dalam masyarakat Indonesia yang majemuk itu.

I.4. Unsur-unsur Kebudayaan Nasional
            Unsur-unsur fungsi pemberi identitas, cirri-ciri atau identitas bagi warga masyarakat Indonesia yang majemuk itu ditunjukan oleh bahasa Indonesia dan bahas-bahas daerah; beberapa unsure iptek tradisional; unsur golongan dan organisasi sosial; unsur-unsur kesenian. Identitas atas dasar unsur-unsur ini terutama lebih bermakna bagi pihak luar (asing). Meskipun tidak semua kelompok masyarakat Indonesia menganut unsur-unsur pemberi identitas ini, tetapi sedikitnya diharapkan semua kelompok mempunyai rasa memiliki dan membanggakannya, terutama jika mereka berhadapan dengan pihak luar (asing). Unsur-unsur identitas lebih banyak diangkat dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sebagai warisan nenek moyang.
            Unsur-unsur gagasan kolektif, berfungsi sebagai wahana komunikasi dan penguat solidaritas dikalangan masyarakat Indonesia yang majemuk itu. Sebagai contoh unsur gagasan kolektif antara lain, bahasa Indonesi, beberapa organisasi sosial; dasar Negara dan falsafah bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945; GBHN; beberapa cabang kesenian; dan banyak lagi.
            Sebagai masyarakat atau bangsa merdeka yang masih muda, masih banyak bergelut dengan urusan kebutuhan-kebutuhan bersifat primer; dan belum sempat menghasilkan karya-karya besar yang patut dibanggakan. Oleh karena itu, wajar saja bahwa untuk kebanggaan sebagai suatu bangsa, masih menengok kebelakang ke tapak-tapak hasil kejayaan nenek moyang yang patut juga dibanggakan; misalnya, arsitektur-arsitektur bangunan candi (Borobudur, Prambanan, dan sebagainya); seni tekstil dan batik; instrument kesenian (misalnya: gamelan Jawa, Sunda dan Bali); unsur-unsur ini selain dibanggakan oleh penganut atau pemiliknya tetapi dibanggakan oleh kelompok lainnya sebagai kebanggaan nasional; dan bahkan tidak jarang dinilai bermutu tinggi oleh pihak luar.

             


1 komentar:

  1. hmmm..lgi kesulitan nih, knapa kesenian bisa dikatakan berfungsi sebagai penguat solidaritas dalam kebudayaan nasional???

    BalasHapus